Pengertian
umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang
berlangsung terus menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam tempo
sesaat. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi
Kamerschen menyatakan : “inflation represent a persstent rise in the average
level of prices which is not match by a proportionate increase in the level of
the quality of good and services consumed. Jadi inflasi menggambarkan
kenaikan tingkat harga rata-rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang
proporsional dari kualitas barang dan jasa yang dikonsumsi (Sukendar, 2000).
Beberapa
pengertian inflasi yang patut digaris bawahi mencakup aspek-aspek:
1. Tendency yaitu kecenderungan harga-harga untuk
meningkat, artinya dalam jangka waktu tertentu dimungkinkan terjadi
kecenderungan harga untuk meningkat.
2. Sustained yaitu peningkatan harga tersebut
tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan terus
menerus dalam jangka waktu yang lama.
3. General level of prices yaitu tingkat harga
yang dimaksud adalah tingkat harga barang-barang secara umum sehingga tidak
hanya harga dari satu macam barang saja.
Ada
beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya inflasi, antara lain
Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga Konsumen (consumer
price index), Indeks Implisit Produk Domestik Brutto (GDP Deflator)
atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale prices index).
Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya Jika
pengukuran dimaksudkan untuk menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat
digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau Indeks Harga Konsumen. Sementara itu
GDP deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indek yang
lain lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.
Kenaikan
harga dapat diukur menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering
digunakan dalam pengukuran inflasi adalah :
1. Indeks harga
konsumen/IHK (consumer price index)
Indeks ini mengukur biaya/pengelaran untuk membeli sejumlah
barang dan jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya
barang dan jasa yang dihitung bermacam-macam. Laju inflasi dihitung dengan cara
menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga ini dari tahun ke
tahun.
Contoh : IHK tahun
2001 = 234,46 (tahun dasar 1996=100) dan IHK tahun 2002 = 262,31, maka laju
inflasi antara tahun 2001 dan 2002 adalah :
2. Indeks harga
perdagangan (whole sale price index).
Indeks perdagangan besar
menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Termasuk
didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen.
3. GNP deflator
GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk
dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibanding dua indeks lainnya.
GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas harga dasar yang
berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan) atau :
Inflasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
berdasarkan :
a. asal-usulnya
a. inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic
inflation)
b. inflasi yang berasal dari luar negeri (imported
inflation)
b. intensitasnya
a. inflasi yang sifatnya
lunak (creeping inflation)
b. inflasi menengah (galloping inflation)
c. inflasi tinggi (hyperinflation)
c. sumber awalnya
a. Inflasi permintaan (demand pull inflation).
Inflasi ini didasarkan pandangan karena adanya perubahan permintaan agregat,
yaitu terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang
dalam perekonomian secara keseluruhan. Kelebihan permintaan ini diartikan
sebagai berlebihnya tingkat pengeluaran (level of spending) untuk
komoditi akhir dibanding dengan tingkat output maksimal yang dapat dicapai
dalam jangka panjang dengan sumber-sumber produksi tertentu.
Inflasi
ini yang timbul karena adanya permintaan total (agregat demand)
sementara produksi berada dalam kondisi full employment. Penambahan
permintaan akan menyebabkan terjadinya inflationary gap yang menimbulkan
inflasi.
Infationary
gap
A
B
C+I
C’+I’
C+I
Y
YFE
Y1
Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total maka
terjadinya demand pull inflation dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dimana :
P = harga; Q = input, AS = kurva penawaran
agregat; AD = kurva permintaan agregat dan QFE = output dalam kondisi full
employment
b. Inflasi penawaran (supply side theories of
inflation/cost push inflation), yaitu inflasi yang disebabkan adanya dorongan
biaya, misalnya karena adanya tuntutan kenaikan harga dari pemilik faktor
produksi.
Inflasi
ini ditandai dengan kenaikan harga dan turunnya produksi (inflasi yang diikuti
oleh resesi. Kenaikan biaya produksi antara lain disebabkan a) perjuangan
buruh menuntut kenaikan upah, b) industri yang bersifat monopoli dan c)
kenaikan harga bahan baku industri.
c. Inflasi campuran (mixed inflation) merupakan campuran dari inflasi
penawaran dan inflasi permintaan.
Inflasi
akan berdampak terhadap :
1. distribusi pendapatan (equity effect).
Pendapatan menjadi tidak merata, ada yang dirugikan namun ada pula yang diuntungkan.
2. alokasi faktor produksi (efficiency effect). Inflasi mengubah alokasi faktor-faktor
produksi agar menjadi lebih efisien.
3. produk nasional (output effect). Inflasi akan menyebabkan ter-jadinya kenaikan atau penurunan output. Inflasi mungkin dapat menyebabkan
kenaikan produksi, namun dalam kondisi hiperinflasi malah sebaliknya.
Hubungan antara tingkat bunga dengan inflasi dapat
diketahui melalui pengertian tingkat bunga nominal dan riil. Untuk memahami perbedaan
antara suku bunga nominal dengan suku bunga riil dapat disadari ketika
harga-harga membumbung dan terjadi inflasi maka peminjam (borrowers)
akan mengembalikan uang yang telah kehilangan nilai dibandingkan dengan uang
yang awalnya mereka pinjam Sebagai contoh, jika harga-harga naik sebesar 10%
dan kita dapat meminjam uang dengan bunga sebesar 6%, maka kita dapat menerima
pinjaman tersebut dan menggunakannya untuk membeli sejumlah barang. Kita akan
menjualnya setahun kemudian untuk memperoleh uang 10% lebih tinggi dari
pinjaman sebelumnya (karena harga-harga naik sebesar 10% sepanjang waktu itu),
dan membayar kembali pinjaman dengan bunga hanya 6%. Kita memperoleh keuntungan
sebesar 4%. Dalam hal ini biaya riil dari pinjaman tersebut adalah negatip sekalipun
kita membayar bunga riil sebesar 6 %.
Tingkat bunga pasar yang berlaku
dinamakan tingkat bunga nominal (i). Tingkat bunga nominal diperoleh dari
tingkat bunga riil ( r ) ditambah
laju inflasi yang diperkirakan ( ).
laju inflasi yang diperkirakan ( ).
Hubungan antara tingkat bunga nominal dan inflasi yang diantisipasi (anticipated
inflation) ditunjukkan Fischer dalam persamaan berikut :
dimana :
i = tingkat bunga nominal
r = tingkat bunga riil, dan
(1/P)(dP/di)
= tingkat perubahan harga yang diantisipasi
Untuk memahami rumusan diatas, terlebih dahulu kita harus mengetahui perilaku
peminjam (borrowers) dan orang yang meminjamkan (lenders) dalam
mengantisipasi inflasi. Lenders dalam periode inflasi akan menderita
kerugian karena nilai yang dipinjamkan akan berkurang, tetapi sebaliknya borrowers
memperoleh keuntungan karena nilai uang yang dipinjam mengalami penurunan.
Untuk menghindari kerugian karena inflasi, maka lenders akan mempertahankan
turunnya nilai uang dengan cara membeli barang modal riil (riil capital
goods) sebab barang-barang tersebut akan mengalami kenaikan harga dengan
adanya inflasi. Ia bersedia meminjamkan uangnya apabila tingkat bunga yang
diperolehnya cukup tinggi sehingga nilai uang saat dikembalikan tidak mengalami
penurunan ditambah sejumlah tertentu sebagai bunga yang mencerminkan balas
jasa.
Contoh
kasus :
Jika
lenders meminjamkan Rp 1 juta dengan tingkat bunga sebesar 10%, berarti
pada akhir tahun ia kan memperoleh uangnya Rp 1.000.000,-
ditambah bunganya Rp100.000 (10% X Rp 1.000.000,-) atau Rp
1.100.000,-. Misalkan selanjutnya tingkat inflasi diperkirakan sebesar 5%. Maka
lenders mengharapkan akan menerima uang sebesar :
= Rp 1.000.000,- + (1.000.000,- X 5%)
= Rp 1.000.000 + Rp 50.000
= Rp 1.050.000,-
ditambah
bunga sebesar: Rp100.000 + (Rp100.000 X 5%) = Rp105.000,-
sehingga
jumlah total yang diterima seorang lenders :
= Rp 1.050.000,- + Rp 105.000,-
= Rp 1.155.000,-
Selanjutnya
kita mencari tingkat bunga yang akan diperoleh dari persamaan Fischer :
i = 0,10 + (0,05)
= 0,15 X 100%
i
= 15 %
Jadi seorang lenders dapat memperkirakan tingkat
bunga nominal yang akan datang sebesar 15 persen
Seberapa
jauh dampak inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat keparahan
inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai
pengaruh yang positip terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga
pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan
produksinya. Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya
kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak
bergerak keatas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi
permintaan. Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan
indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan laju
pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positip pertumbuhan
dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar 5 – 6% pertahun.
Ada dua distorsi pokok dengan adanya
inflasi yang tinggi, yaitu :
1. distorsi internal yaitu inflasi akan mengakibatkan perubahan dalam pola
distribusi pendapatan dan kekayaan yang disebabkan terjadinya redistribusi yang
tidak seimbang.
2. distorsi eksternal yaitu inflasi akan mempengaruhi kinerja perdagangan suatu negara yang tercermin dalam neraca
perdagangannya.
Mengingat adanya distorsi yang
ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki
manfaat ganda (multi benefit) karena disatu sisi akan memperkuat daya
beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relative tetap dan
juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium (neraca perdagangan).
Teori
Kuantitas uang (MV=PT) menyebutkan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih
cepat dibandingkan T sehingga untuk menguranginya maka salah satu variabel (M
atau V) harus dikendalikan dengan menggunakan berbagai macam kebijakan :
1. Kebijakan moneter
Kebijakan ini dilakukan dengan cara
mengatur jumlah uang beredar. Salah satu komponen uang adalah uang giral (demand
deposit) yang diatur melalui penetapan cadangan minimum.
Untuk menekan inflasi, bank sentral
dapat: pertama, meningkatkan cadangan minimum sehingga jumlah uang
menjadi lebih kecil. Kedua, bank sentral bisa menetapkan tingkat
diskonto (pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank umum). Apabila
tingkat diskonto besar, maka terjadi penurunan pinjaman bank umum dan
sebaliknya, sehingga kemampuan bank meminjamkan dana kepada masyarakat juga
mengecil à jumlah uang beredar turun à inflasi dicegah. Ketiga, politik pasar terbuka, yang
dilakukan dengan cara menjual surat berharga sehingga bank sentral dapat
menekan perkembangan jumlah uang beredar à laju inflasi rendah.
2. Kebijakan fiskal, yang menyangkut
pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan secara langsung yang
dapat mempengaruhi permintaan total à mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah dengan penurunan permintaan
total. Kebijakan fiskal yang digunakan meliputi pengurangan pengeluaran
perintah serta kenaikan pajak à permintaan
total turun à inflasi dapat ditekan
3.
Kebijakan yang
berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijakan
penurunan bea masuk sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang dalam negeri cenderung menurunkan
harga.
4. Kebijakan penentuan harga dan indeks. Kebijakan ini
dilaku-kan dengan penentuan ceiling indeks harga serta mendasarkan pada indeks
harga tertentu untuk gaji maupun upah. Jika indeks harga naik maka gaji/upah juga akan naik.
sumber : wikipedia