Dampak Penambangan
Saya cuma ingin
berbagi pengalaman kepada saudara, teman dan agan agan untuk mengenal secara singkat dan lebih
dekat tentang Pulau Bangka dari sisi lingkungan dan kaca mata orang miskin khususnya
di pulau Bangka
salah satu kolong di pulau Bangka
Pulau Bangka dan Belitung, ketika
mendengar nama kedua pulau ini sebagian besar orang Indonesia akan mengingat
bahwa kedua pulau ini adalah daerah penghasil timah putih terbesar di Indonesia
dan kedua di dunia hingga saat ini, dengan nilai harga jual yang tinggi membuat
masyarakat Bangka juga orang orang dari luar pulau Bangka begitu berambisi
untuk mengeruk keuntungan dari hasil penambangan timah. pelaku usaha ini bisa
bermacam ragam suku, etnis dan agama mulai dari rakyat biasa sebagai usaha
perorangan atau berkelompok hingga perusahaan besar swasta termasuk
perusahaan BUMN (PT.Timah berdiri sudah dari jaman Belanda cuuy..).
Pesatnya eksploitasi tambang timah ini sudah
dimulai sejak jaman penjajahan Belanda hingga pada tahun 2002 ketika pemerintah
daerah memberikan jalan lebih mudah kepada warga setempat dan perusahaan swasta
skala kecil agar dapat ikut berpartisipasi dalam mengeksploitasi lahan
pertambangan timah untuk memperbaiki perekonomian masyarakat bangka secara
umum. Bagi masyarakat luas di Bangka mungkin ini adalah kabar gembira untuk
mereka karena usaha ini sangat menggiurkan karena dengan waktu singkat dapat
memperoleh keuntungan yang lumayan karna harga jual yang menjanjikan, dan hal
itu masih berlangsung hingga kini
Seiring berjalannya waktu tanpa disadari oleh
masyarakat bangka, pertambangan timah ini memiliki banyak dampak negatif
terhadap masyarakat terutama lingkungan di pulau bangka entah itu penambangan
timah darat atau penambangan timah laut hingga saat ini dampak
negatif yang di berikan pada usaha bidang pertambangan ini sudah sangat jelas
terasa seperti; adanya kolong,
rusaknya ekosistem darat dan laut juga mempengaruhi psikologis masyarakat Bangka walaupun yang satu ini belum begitu
terasa
A. Terbentuknya
Kolong di darat, bukan terbentuk dari alam seperti halnya
danau danau di daerah lain namun itulah hasil akhir dari penambangan timah yang
tidak terkoordinasi dan bersifat ilegal biasanya membuat pelaku usaha
meninggalkan lahan yang mereka kerjakan karena sudah tidak produkti dalam
bentuk kolong seperti seseorang yang sedang membuat kolam tapi dengan ukuran 10
sampai 1000 kali lebih besar dari kolam biasa, apa dampak yang terjadi dari
pembentukan kolong ini;
·
kolong akan menampung air dari hujan atau dari
daerah yang lebih tinggi namun tidak dapat mengalirkannya kembali kedataran
rendah secara baik sehingga pada saat curah hujan meningkat air yang tidak
dapat tertampung akan meluap ke pemukiman warga setempat dan infrastruktur
lainnya contohnya seperti jalan akan lebih mudah rusak,
·
akibat genangan air di kolong dan sedikitnya
habitat mahluk hidup di tempat tersebut membuat perkembangan nyamuk demam
berdarah meningkat lebih banyak, ini telah dibuktikan dengan banyaknya jumlah
penderita demam berdarah yang jumlahnya terus meningkat,
·
sumur gali milik warga yang kurang begitu
dalam akan sangat terganggu dalam hal volume air dan kualitas jika di
sekitar sumur tersebut ada aktivitas penambangan timah, karna penambangan timah
umumnya menggali tanah dengan kedalaman antara 8-20 meter,
·
kolong kolong dibangka memiliki sisa endapan
logam dan lumpur yang dapat menyebabkan kematian bagi masyarakat setempat,
karna , anak anak, remaja dan dewasa sering menggunakkanya sebagai sarana
tempat bermain dan berenang. saat ini sudah banyak terjadi warga tenggelam dan
meninggal di kolong,
·
memang keberadaan kolong ini sering kali
dimanfaatkan warga sekitar untuk MCK sebagi pengganti sungai yang
terkontaminasi, tanpa di sadari unsur mineral logam dan asam yang belum
mengendap dapat menjadi racun dan memiliki tingkat radiasi yang tinggi hal ini
juga bisa menjadi pemicu tingginya penderita kanker.
B. Rusaknya
Ekosistem di Darat, lokasi penambangan dimulai dari bibir pantai
hingga hutan produksi dan tidak sedikit hutan lindung/ konservasi menjadi
target mereka entah itu dikerjakan secara legal ataupun ilegal, jadi sudah
hampir setengah dari luas hutan di pulau bangka sekarang menjadi daratan pasir,
membuat kayu jenis Garu, Meranti, seruk dsb menjadi sangat langka,
Saat ini efek global warming
pun sudah sangat terasa di pulau Bangka, walaupun awalnya memang sudah terkenal
panas lohh.
Pantai pantai yang dulu
terlihat eksotis kini terlihat sangat memprihatinkan banyak yang memang diurus
tapi juga tidak sedikit rusak dikarenakan adanya kegiatan penambangan disekitar
pantai contohnya Pantai Rebo,
kegiatan usaha ini juga banyak
menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) mengalami pendangkalan akibat dari sisa
lumpur tanah yang dibuang ke sungai selanjutnya akan menjadi salah satu pemicu
terjadinya banjir, dan tidak sedikit pula berakibat hilangnya anak sungai
karena telah dibendung dan ditutup sebagai salah satu upaya dalam kegiatan
penambangan ini.
C. Rusaknya
Ekosistem di Laut, Tak ada Kayu Karet Kayu Meranti Pun Jadi, seperti
itulah keadaan pelaku usaha pertambangan di Pulau Bangka, didarat sudah sulit
menemukan lahan yang berpotensi memiliki kandungan timah akhirnya mereka
berhijrah ke laut (ini hanya dilakukan oleh perusahaan bermodal besar/kira kira
memiliki nilai investasi diatas 5 miliyar rupiah, untuk masyarakat kecil
cuma gigit jari hehe..), dulu eksploitasi tambang laut dilakukan oleh PT.Timah
dan Perusahaan swasta di bawah kendali PT. Timah di tambang dengan Kapal Keruk
dan Kapal Hisap yang relatif jumlahnya masih kecil dan masih tertata dengan
batas-batas yang telah ditentukan, namun sekarang jika kita memandang kelaut
lepas dari sekeliling pantai di pulau bangka akan membuat kita sakit mata dan
sakit hati, sepanjang mata memandang yang kita lihat hanyalah sekumpulan besar
kapal-kapal hisap dan kapal keruk, keberadaan kapal kapal ini semakin tidak
jelas apakah resmi atau tidak, yang pasti masyarakat kecil di Pulau Bangka
tidak ikut menikmati sekaligus menghancurkan isi laut dalam hal ini.
Jika kita sedang bepergian
melalui jalur udara dilihat dari atas udara sebelum kita melihat kolong yang
dihasilkan di daratan Bangka terlebih dahulu kita akan menemukan pemandangan
yang jauh lebih miris di sekitar lautan pulau bangka, laut yang seyogyanya
berwarna biru di Pulau Bangka ternyata berwarna kelabu. Bagi kalian yang hobinya
mancing dulu lautan Bangka menjadi salah satu referensi untuk memancing, kini
jangan harap cape dech....
Akibat dari aktivitas
penambangan laut ini juga telah menghancurkan begitu banyak terumbu karang dan
membunuh habitat disekitar, akibatnya ikan ikan kecil pergi menjauh dari lautan
Bangka yang dipastikan ikan ikan besar pun tidak akan lagi mau mampir di
peraira laut bangka. Dampak dari aktivitas pertambangan laut juga telah dirasakan
langsung oleh para nelayan Bangka, karena pendapatan mereka otomatis menjadi
sedikit dan lokasi penangkapan pun menjadi lebih jauh untuk mengejar ikan yang
telah pergi menjauh (mincing ikan dah
susah tapi kalo mo mancingin kapal hisap sih mudah tapi kailnya juga mesti
gede) .
D. Hilangnya
sebagian sejarah Bangka, dulu pulau bangka juga terkenal sebagai tempat
singgah atau perniagaan dari bangsa china dan melayu itu terbukti dari
banyaknya penemuan ratusan kapal karam berisi barang dagangan seperti
perhiasan, guci, mangkok, piring dan lain sbg yang diperkirakan berusia ratusan
tahun, sekarang semenjak laut bangka di eksploitasi secara besar besaran
menemukan sisa kerangka kapal saja sudah sulit karena telah ikut menjadi korban
keganasan kapal keruk dan kapal hisap.
E. Dampak
Psikologis untuk Anak Cucu masyarakat Bangka, Saat ini mungkin anak cucu
kita tidak begitu mengerti akan apa yang sedang dialami oleh bumi tempat ia
berpijak dan lahir, karena bagi masyarakat Bangka kedepannya akan sangat sulit
untuk mengenalkan nama nama jenis pohon dan mahluk air di sekitar pantai kepada
anak cucunya kelak dikarenakan pohon tersebut sudah tidak dapat lagi tumbuh di
tanah yang berpasir. Dampak dari pertambangan timah darat juga mengakibatkan
masyarakat harus membangun rumah dengan kayu tidak berkelas seperti kayu
Cempedak, Kelapa, Karet dsb, yang secara kualitas sangat mudah rapuh dan tidak
tahan lama, karena kayu kayu tersebut umumnya sudah habis dibabat oleh
alat-alat berat (PC) agar dapat lebih cepat membongkar isi perut bumi
Sebuah Pulau seperti Bangka
yang dikelilingi oleh lautan sudah seharusnya memiliki potensi dalam
usaha pnangkapan ikan/nelayan, tapi itu dulu kini jumlah nelayan berkurang
karena faktor ikan yang sulit dicari, biaya operasional yang membengkak karena
harus menempuh perjalanan yang lebih lama dari biasanya, juga pemikiran nelayan
merubah status pekerjaannya dari nelayan menjadi penambang timah laut. semua
itu mengakibatkan naiknya semua harga jenis ikan dipasaran pulau Bangka, harga
ikan pun sudah tak sebanding (jauh lebih tinggi) dengan nilai inflasi di
propinsi Kep. Babel.
- · SEJARAH PERTAMBANGAN TIMAH
Aktivitas penambangan
timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 tahun, dengan jumlah
cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar dalam bentangan wilayah
sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The Indonesian Tin Belt.
Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin Belt, membujur
sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah Thailand, Semenanjung
Malaysia hingga Indonesia. Di Indonesia sendiri, wilayah cadangan timah
mencakup Pulau Karimun, Kundur, Singkep, dan sebagian di daratan Sumatera
(Bangkinang) di utara terus ke arah selatan yaitu Pulau Bangka, Belitung, dan
Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan. Penambangan di Bangka, misalnya,
telah dimulai pada tahun 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung
sejak 1852. Namun, aktivitas penambangan timah lebih banyak dilakukan di Pulau
Bangka, Belitung, dan Singkep (PT Timah, 2006). Kegiatan penambangan timah di
pulau-pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang.
Dari sejumlah pulau penghasil timah itu, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil
timah terbesar di Indonesia. Pulau Bangka yang luasnya mencapai 1.294.050 ha,
seluas 27,56 persen daratan pulaunya merupakan area Kuasa Penambangan (KP)
timah. Area penambangan terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Tambang Timah,
yang merupakan anak perusahaan PT Timah Tbk. Mereka menguasai area KP seluas
321.577 ha. Sedangkan PT Kobatin, sebuah perusahaan kongsi yang sebanyak 25
persen sahamnya dikuasai PT Timah dan 75 persen lainnya milik Malaysia Smelting
Corporation, menguasai area KP seluas 35.063 ha (Bappeda Bangka, 2000). Selain
itu terdapat sejumlah smelter swasta lain dan para penambang tradisional yang
sering disebut tambang inkonvensional ( TI ) yang menambang tersebar di darat
dan laut Babel. Permasalahan Penambangan timah yang telah berlangsung ratusan
tahun itu belum mampu melahirkan kesejahteraan bagi rakyat. Padahal, cadangan
timah yang ada kian menipis pula.
- Perizinan Pertambangan di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967, Kuasa Pertambangan (KP)
merupakan
bentuk perizinan yang memberikan kewenangan kepada pengusaha untuk
melakukan
usaha pertambangan, sesuai substansi dari bahan galian golongan a, b atau c.
Sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah,
perizinan pengusahaan pertambangan pada dasarnya diberikan oleh Pemerintah
dan
dilaksanakan pengusahaannya oleh Instansi Pemerintah, kecuali untuk bahan
galian
golongan
c yang telah diserahkan kepada pemerintah Daerah ( berdasarkan PP Nomor 32
Tahun
1969 ). Namun setalah berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 75 tahun 2001, pengelolaan pertambangan diserahkan
kepada
Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan pemberian
otonomi
daerah. Dengan demikian paradigma pengusahaan pertambangan dalam
Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967 perlu disesuaikan. Namun sejak berlakunya
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 hingga Desember 2008, penyesuaian terhadap
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1967 tidak juga tercapai. Sehingga di dalam
implementasinya
banyak terjadi permasalahan dalam pemberian perizinan pengusahaan
pertambangan.
Baru pada akhir 2009 disahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sistem perizinan
pertambangan
dengan bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP).