Jumat, 22 Juni 2012

inflansi


Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang berlangsung terus menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam tempo sesaat. Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi Kamerschen menyatakan : “inflation represent a persstent rise in the average level of prices which is not match by a proportionate increase in the level of the quality of good and services consumed. Jadi inflasi menggambarkan kenaikan tingkat harga rata-rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari kualitas barang dan jasa yang dikonsumsi (Sukendar, 2000).

Beberapa pengertian inflasi yang patut digaris bawahi mencakup aspek-aspek:
1. Tendency yaitu kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam jangka waktu tertentu dimungkinkan terjadi kecenderungan harga untuk meningkat.
2.  Sustained yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
3.  General level of prices yaitu tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-barang secara umum sehingga tidak hanya harga dari satu macam barang saja.
Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya inflasi, antara lain Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga Konsumen (consumer price index), Indeks Implisit Produk Domestik Brutto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale prices index). Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya Jika pengukuran dimaksudkan untuk menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau Indeks Harga Konsumen. Sementara itu GDP deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indek yang lain lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.

Kenaikan harga dapat diukur menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah :
 
1.   Indeks harga konsumen/IHK (consumer price index)
Indeks ini mengukur biaya/pengelaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya barang dan jasa yang dihitung bermacam-macam. Laju inflasi dihitung dengan cara menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga ini dari tahun ke tahun.
Contoh : IHK tahun 2001 = 234,46 (tahun dasar 1996=100) dan IHK tahun 2002 = 262,31, maka laju inflasi antara tahun 2001 dan 2002 adalah :
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/indikator%20inflasi_files/image003.gif
  
2.   Indeks harga perdagangan (whole sale price index).
Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen.

3.   GNP deflator
GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibanding dua indeks lainnya. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas harga dasar yang berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan) atau :

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/1.gif
Inflasi dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu berdasarkan :
a.   asal-usulnya
a.   inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
b.   inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
 
b.   intensitasnya
a.   inflasi yang sifatnya lunak (creeping inflation)
b.   inflasi menengah (galloping inflation)
c.   inflasi tinggi (hyperinflation)
 
c.   sumber awalnya
a. Inflasi permintaan (demand pull inflation). Inflasi ini didasarkan pandangan karena adanya perubahan permintaan agregat, yaitu terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Kelebihan permintaan ini diartikan sebagai berlebihnya tingkat pengeluaran (level of spending) untuk komoditi akhir dibanding dengan tingkat output maksimal yang dapat dicapai dalam jangka panjang dengan sumber-sumber produksi tertentu.
Inflasi ini yang timbul karena adanya permintaan total (agregat demand) sementara produksi berada dalam kondisi full employment. Penambahan permintaan akan menyebabkan terjadinya inflationary gap yang menimbulkan inflasi.

Infationary gap
A
B
C+I
C’+I
C+I
Y
YFE
Y1
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/jenis2%20inflasi_files/image002.gif








  
Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total maka terjadinya demand pull inflation dapat dijelaskan sebagai berikut :

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/12.gif
Dimana :
P  =  harga; Q = input, AS = kurva penawaran agregat; AD = kurva permintaan agregat dan QFE = output dalam kondisi full employment
  
b.  Inflasi penawaran (supply side theories of inflation/cost push inflation), yaitu inflasi yang disebabkan adanya dorongan biaya, misalnya karena adanya tuntutan kenaikan harga dari pemilik faktor produksi.

Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga dan turunnya produksi (inflasi yang diikuti oleh resesi. Kenaikan biaya produksi antara lain  disebabkan a) perjuangan buruh menuntut kenaikan upah, b) industri yang bersifat monopoli dan c) kenaikan harga bahan baku industri.

  http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/13.gif
c.  Inflasi campuran (mixed inflation) merupakan campuran dari inflasi penawaran dan inflasi permintaan.
Inflasi akan berdampak terhadap :
1.  distribusi pendapatan (equity effect). Pendapatan menjadi tidak merata, ada yang dirugikan namun ada pula yang diuntungkan.
2. alokasi faktor produksi (efficiency effect). Inflasi mengubah alokasi faktor-faktor produksi agar menjadi lebih efisien.
3.  produk nasional (output effect). Inflasi akan menyebabkan ter-jadinya kenaikan atau penurunan output. Inflasi mungkin dapat menyebabkan kenaikan produksi, namun dalam kondisi hiperinflasi malah sebaliknya.
 Hubungan antara tingkat bunga dengan inflasi dapat diketahui melalui pengertian tingkat bunga nominal dan riil. Untuk memahami perbedaan antara suku bunga nominal dengan suku bunga riil dapat disadari ketika harga-harga membumbung dan terjadi inflasi maka peminjam (borrowers) akan mengembalikan uang yang telah kehilangan nilai dibandingkan dengan uang yang awalnya mereka pinjam Sebagai contoh, jika harga-harga naik sebesar 10% dan kita dapat meminjam uang dengan bunga sebesar 6%, maka kita dapat menerima pinjaman tersebut dan menggunakannya untuk membeli sejumlah barang. Kita akan menjualnya setahun kemudian untuk memperoleh uang 10% lebih tinggi dari pinjaman sebelumnya (karena harga-harga naik sebesar 10% sepanjang waktu itu), dan membayar kembali pinjaman dengan bunga hanya 6%. Kita memperoleh keuntungan sebesar 4%. Dalam hal ini biaya riil dari pinjaman tersebut adalah negatip sekalipun kita membayar bunga riil sebesar 6 %.
Tingkat bunga pasar yang berlaku dinamakan tingkat bunga nominal (i). Tingkat bunga nominal diperoleh dari tingkat bunga riil  ( r ) ditambah
      laju inflasi yang diperkirakan ( http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/hub%20inflasi_files/image003.gif).
                     http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/hub%20inflasi_files/image005.gif  
            Hubungan antara tingkat bunga nominal dan inflasi yang diantisipasi (anticipated inflation) ditunjukkan Fischer dalam persamaan berikut :
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4210/14.gif                       
dimana :
i = tingkat bunga nominal
r = tingkat bunga riil, dan
(1/P)(dP/di) = tingkat perubahan harga yang diantisipasi

            Untuk memahami rumusan diatas, terlebih dahulu kita harus mengetahui perilaku peminjam (borrowers) dan orang yang meminjamkan (lenders) dalam mengantisipasi inflasi. Lenders dalam periode inflasi akan menderita kerugian karena nilai yang dipinjamkan akan berkurang, tetapi sebaliknya borrowers memperoleh keuntungan karena nilai uang yang dipinjam mengalami penurunan. Untuk menghindari kerugian karena inflasi, maka lenders akan mempertahankan turunnya nilai uang dengan cara membeli barang modal riil (riil capital goods) sebab barang-barang tersebut akan mengalami kenaikan harga dengan adanya inflasi. Ia bersedia meminjamkan uangnya apabila tingkat bunga yang diperolehnya cukup tinggi sehingga nilai uang saat dikembalikan tidak mengalami penurunan ditambah sejumlah tertentu sebagai bunga yang mencerminkan balas jasa.
  
Contoh kasus :
Jika lenders meminjamkan Rp 1 juta dengan tingkat bunga sebesar 10%, berarti pada akhir tahun ia kan memperoleh uangnya  Rp 1.000.000,-  ditambah  bunganya  Rp100.000 (10% X Rp 1.000.000,-) atau Rp 1.100.000,-. Misalkan selanjutnya tingkat inflasi diperkirakan sebesar 5%. Maka lenders mengharapkan akan menerima uang sebesar :
            = Rp 1.000.000,- + (1.000.000,- X 5%)
            = Rp 1.000.000 + Rp 50.000
            = Rp 1.050.000,-
ditambah  bunga sebesar:   Rp100.000 + (Rp100.000 X 5%) = Rp105.000,-
 
sehingga jumlah total yang diterima seorang lenders :
            = Rp 1.050.000,- + Rp 105.000,-
            = Rp 1.155.000,-
 
Selanjutnya kita mencari tingkat bunga yang akan diperoleh dari persamaan Fischer :
            i  =  0,10 + (0,05)
=  0,15 X 100%
i  =  15 %
 
Jadi seorang lenders dapat memperkirakan tingkat bunga nominal yang akan datang sebesar 15 persen
Seberapa jauh dampak inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat keparahan inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai pengaruh yang positip terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan produksinya. Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak keatas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan.  Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positip pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar 5 – 6% pertahun.

Ada dua distorsi pokok dengan adanya inflasi yang tinggi, yaitu :
1.   distorsi internal yaitu inflasi akan mengakibatkan perubahan dalam pola distribusi pendapatan dan kekayaan yang disebabkan terjadinya redistribusi yang tidak seimbang.
2.  distorsi eksternal yaitu inflasi akan mempengaruhi kinerja perdagangan suatu negara yang tercermin dalam neraca perdagangannya.

Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda (multi benefit) karena disatu sisi akan memperkuat daya beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relative tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium (neraca perdagangan).

Teori Kuantitas uang (MV=PT) menyebutkan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat dibandingkan T sehingga untuk menguranginya maka salah satu variabel (M atau V) harus dikendalikan dengan menggunakan berbagai macam kebijakan :

1.   Kebijakan moneter
Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengatur jumlah uang beredar. Salah satu komponen uang adalah uang giral (demand deposit) yang diatur melalui penetapan cadangan minimum.
Untuk menekan inflasi, bank sentral dapat: pertama, meningkatkan cadangan minimum sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. Kedua, bank sentral bisa menetapkan tingkat diskonto (pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank umum). Apabila tingkat diskonto besar, maka terjadi penurunan pinjaman bank umum dan sebaliknya, sehingga kemampuan bank meminjamkan dana kepada masyarakat juga mengecil à jumlah uang beredar turun à inflasi dicegah. Ketiga, politik pasar terbuka, yang dilakukan dengan cara menjual surat berharga sehingga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar à laju inflasi rendah.

2. Kebijakan fiskal, yang menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan secara langsung yang dapat mempengaruhi permintaan total à mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah dengan penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang digunakan meliputi pengurangan pengeluaran perintah serta kenaikan pajak à permintaan total turun à inflasi dapat ditekan

3.  Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang dalam negeri cenderung menurunkan harga.

4.  Kebijakan penentuan harga dan indeks. Kebijakan ini dilaku-kan dengan penentuan ceiling indeks harga serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji maupun upah. Jika indeks harga naik maka gaji/upah juga akan naik.


sumber : wikipedia